seruak
7 min readMay 26, 2023

[arsip kimfricung] Sudah Saatnya Kita Akhiri “All-Male Panels”!

Kok pembicaranya laki-laki semua, sih?!

Pernah dengar istilah “manels”? Atau sering menjumpai poster acara publik yang semua pembicaranya laki-laki?

Yups, istilah “manels” merujuk pada fenomena “all-male panels” atau panel yang semua pembicaranya laki-laki.

Istilah “panel” di sini melingkupi segala jenis forum, seminar, kolokium, dan diskusi yang dilaksanakan secara publik.

Mengapa “manels” lazim terjadi?

Secara umum ada beberapa faktor yang kemungkinan menyebabkan “manels” terus terjadi:

1) Patriarki yang telah mengakar secara umum memusatkan kekuasaan, pengaruh, serta kendali atas pengetahuan dan keahlian kepada laki-laki.

2) Manusia punya kecenderungan untuk memilih orang yang dianggap mirip dengan dirinya (“in-group favoritism”).

Pemimpin/senior laki-laki di suatu institusi mungkin akan lebih memilih sesama laki-laki untuk diajak kerja sama atau diundang sebagai pembicara dalam acara yang mereka adakan. Hal ini bisa mengarah ke “manels”.

3) Adanya bias implisit atau bias yang tak disadari, seperti menganggap bahwa:
“ahli biasanya laki-laki”,
“perempuan tidak mungkin menjadi ahli”,
dan sejenisnya.

4) Telanjur nyaman sehingga malas mencari koneksi dan sudut pandang lain di luar yang sudah dikenal.

5) Kurangnya kesadaran atas pentingnya keberagaman sudut pandang bagi kualitas panel, dan secara umum bagi segala usaha untuk memecahkan berbagai permasalahan kehidupan.

Terus, apa masalahnya kalau “manels” terus ada?

1) “Manels” itu seksis, eksklusif, dan tidak mewakili kenyataan dunia tempat kita hidup.

Memangnya semua manusia di dunia ini laki-laki? Bagaimana bisa kita membicarakan permasalahan publik tanpa melibatkan manusia lain selain laki-laki?

Sebaliknya, keberagaman (dalam konteks ini adalah gender) akan meningkatkan efektivitas pemecahan masalah dalam suatu kelompok. Sudut pandang yang lebih beragam pun akan mengarah ke inovasi-inovasi baru.

2) “Manels” melanggengkan kurangnya representasi perempuan di ruang publik, di kepemimpinan politik, dan di dewan manajemen tertinggi institusi secara umum.

Contohnya, menurut studi yang dilakukan oleh Nittrouer dan timnya, laki-laki jauh lebih sering tampil sebagai pembicara dalam kolokium daripada perempuan, yaitu 69% vs. 31% dari total 3.652 pembicara yang diteliti dari 6 departemen (biologi, bioengineering, ilmu politik, sejarah, psikologi, dan sosiologi) di 50 universitas di AS selama 2013–2014.

3) “Manels” juga melanggengkan persepsi bahwa “ahli biasanya laki-laki”, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada lingkaran setan ini:

representasi perempuan di bidang tertentu kurang ⬇
perempuan dianggap kurang kompeten di bidang tersebut ⬇
diskriminasi berbasis gender 🔁

✨ Banyak bicara dan sering tampil ➡ lebih sering diundang untuk tampil lagi, lebih sering diajak kerja sama, lebih mungkin dapat promosi dan tawaran kerja ➡ lebih dianggap “sukses” dan berpengaruh ➡ otoritas meningkat dalam bidang terkait ➡ lebih menginspirasi generasi selanjutnya ✨

Dalam hal ini, orang yang jarang direpresentasikan akan berada pada posisi yang dirugikan.

😟 Dampaknya nyata, lho, bagi perempuan!

Misalnya, ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Moss-Racusin, dkk. terhadap 127 anggota fakultas yang berasal dari departemen Biologi, Kimia, dan Fisika dari 6 universitas di AS. Mereka diminta untuk menilai aplikasi seorang mahasiswa untuk posisi manajer laboratorium. Secara acak, mahasiswa ini diberikan identitas laki-laki atau perempuan dengan kualifikasi yang sama.

✨ Ternyata, partisipan menilai kandidat laki-laki lebih kompeten dan lebih mungkin untuk direkrut daripada kandidat perempuan. Parahnya, mereka juga menawarkan gaji awal yang lebih tinggi dan lebih banyak bimbingan karier pada si kandidat laki-laki.

Terus, apa yang bisa kita lakukan untuk mengakhiri “manels”?

(Catatan: seluruh teks di gambar di bawah ini diadaptasi dari “Panduan Menghindari Partisipasi di Panel Laki-laki (Manels)” terbitan UN Indonesia).

Bagi penyelenggara acara

  1. Publikasikan komitmen bahwa Anda tidak akan menyelenggarakan acara yang semua pembicaranya laki-laki. Contoh: komitmen Makassar Writer-Reader Festival 2022 untuk memastikan tidak ada panel diskusi yang seluruh pembicaranya laki-laki. Anda telah berkomitmen untuk tidak akan menyelenggarakan acara yang semua pembicaranya laki-laki. Maka, pastikan para pemangku kepentingan eksternal mengetahui komitmen Anda ini. Jadi, nggak ada ceritanya Anda akan bilang begini, “Kami sudah menghubungi sejumlah narasumber perempuan, tapi semuanya menolak undangan kami. Kami sudah berusaha sebaik-baiknya, lho.”
  2. Pastikan seluruh anggota tim Anda mengetahui dan memegang komitmen ini.
  3. Cantumkan klausa mengenai inklusi dalam Terms of Reference untuk tiap acara. Inklusi di sini tidak terbatas pada identitas gender, tapi mencakup aspek yang lebih luas, seperti etnis, latar belakang sosio-ekonomi, geografi, bahasa, dan disabilitas. Selain itu, perencanaan dan pembiayaan acara juga perlu diperhatikan agar bisa mendukung partisipasi yang lebih beragam ini. Misalnya, menyediakan Juru Bahasa Isyarat selama acara berlangsung.
  4. Berhentilah mengundang pembicara hanya karena dia berada pada level manajerial tertinggi suatu instansi (yang kebanyakan laki-laki).
  5. Libatkan anggota tim yang beragam juga dalam kepanitiaan acara. Perencanaan dan pengambilan keputusan terkait acara yang melibatkan perempuan dan kelompok minoritas lain akan memperkaya diskusi dan memperluas jejaring organisasi.
  6. Ciptakan kesetaraan upah. Apabila Anda menyediakan honor bagi moderator, pembaca acara, dan pembicara, pastikan tidak ada perbedaan besaran honor antara perempuan dan laki-laki (berlaku juga untuk minoritas/identitas lain).
  7. Buatlah mekanisme akuntabilitas. Catat setiap kemajuan yang dicapai, identifikasi tantangan-tantangan yang dihadapi, pikirkan bagaimana mengatasinya, dan jika dianggap perlu, cantumkan ini dalam laporan tahunan.
  8. Hindari tokenisme. Tokenisme adalah melakukan upaya ala kadarnya atau simbolis saja agar terkesan inklusif, seperti:

“Moderator/pembawa acaranya sudah perempuan, kok. Nggak apa-apa, ya.”

Mengundang satu perempuan sebagai moderator atau MC di tengah panel yang pembicaranya laki-laki semua tetaplah tokenisme dan tidak bisa diterima karena:

  • moderator/MC tidak memiliki fungsi yang sama seperti panelis;
  • moderator/MC tidak berperan memberikan pendapatnya sebagai pakar;
  • melanggengkan stereotip kalau perempuan cocoknya menjadi pembawa acara saja untuk “dijual secara visual”

“Sudah ada satu pembicara perempuan. Cukuplah, ya?”

Mengundang satu perempuan saja di antara banyak panelis laki-laki agar terkesan inklusif.

Sering mengadakan acara tapi hanya sekali mengundang pembicara dari latar belakang beragam, lantas menganggap diri sudah inklusif. Sebaiknya jadikan keragaman sebagai norma ketika menyelenggarakan acara, sesuai dengan komitmen yang telah dibuat.

Bagi panelis/pembicara yang diundang

  1. Tanyakan pada penyelenggara acara, siapa saja panelis/pembicara lainnya dan bagaimana penyelenggara memastikan tercapainya keragaman.
  2. Pastikan partisipasi perempuan sebagai standar. Informasikan bahwa Anda berkomitmen untuk turut memberantas “all-male panels”, sehingga partisipasi pembicara perempuan menjadi salah satu syarat kesediaan Anda menjadi pembicara.
  3. Nominasikan perempuan untuk menggantikan posisi Anda sebagai panelis (apabila memungkinkan).
  4. Dorong para perempuan di organisasi Anda untuk menjadi panelis. Pastikan untuk mengirim kelompok yang beragam untuk berpartisipasi dalam pertemuan dan pastikan perwakilan perempuan/kelompok minoritas dapat berbicara/didengarkan di pertemuan tersebut.
  5. Usulkan panelis perempuan kepada penyeleggara acara. Identifikasi para perempuan yang kompeten dan berpengalaman yang ada di organisasi Anda, hubungi dan minta saran ke mitra organisasi, atau hubungi womenunlimited (tersedia hanya dalam Bahasa Indonesia) untuk mendapatkan daftar profil perempuan dari berbagai bidang.
  6. Anda berhak untuk mundur atau menominasikan orang lain, bahkan pada saat-saat terakhir ketika mengetahui semua panelis/pembicara adalah laki-laki.
  7. Pastikan besaran honor sama antarpanelis, baik perempuan maupun laki-laki. Mendiskusikan remunerasi kadang masih dianggap tidak pantas, ini penting untuk dilakukan demi mendorong terwujudnya kesetaraan upah.

Bagi peserta dan publik

  1. Menuntut inklusi. Apabila Anda mengetahui bahwa semua panelis adalah laki-laki, berikan masukan kepada penyelenggara. Bisa saja penyelenggara acara/panelis/peserta lain tidak menyadari hal ini. Apabila acara belum dilaksanakan (tapi sudah dipublikasikan secara luas), hubungilah pihak penyelenggara dan sarankan panelis alternatif (termasuk Anda sendiri apabila Anda seorang perempuan yang memiliki pengalaman yang relevan).
  2. Menggunakan kekuatan media sosial. Apabila poin 1 sudah dilakukan tapi tidak mendapat respons yang baik dari penyelenggara, cobalah angkat isu ini lewat media sosial dengan menandai pihak penyelenggara, panelis, organisasi, atau organisasi masyarakat sipil lainnya agar dapat turut memantau munculnya “manels”.

Ada lagi yang bisa kita lakukan?

Daftarkan profil perempuan ahli (termasuk dirimu sendiri apabila relevan) dengan mengirimkan surel ke: info@womenunlimited.id

Temukan profil perempuan ahli di berbagai bidang di basis data berikut:

dev.womenunlimited.id

500womenscientists.org

Rujukan:

Moss-Racusin, C. A., Dovidiob, J. F., Brescollc, V. L, Grahama, M. J., & Handelsmana, J. (2012). Science faculty’s subtle gender biases favor male students. PNAS 109(41), 16474–16479.

Nielsena, M. W., et al. (2017). Gender diversity leads to better science. PNAS 114(8), 1740–1742.

Nittrouer, C. L., Hebl, M. R., Ashburn-Nardo, L., Trump-Steele, R. C. E., Lane, D. M., & Valian, V. (2018). Gender disparities in colloquium speakers at top universities. PNAS 115(1), 104–108.

Rodriguez, J. K. & Guenther, E. A. (14 Okt 2020). “What’s wrong with ‘manels’ and what can we do about them”. Diakses dari https://theconversation.com/whats-wrong-with-manels-and-what-can-we-do-about-them-148068

seruak
seruak

Written by seruak

menyingkap pengetahuan yang ditabukan

No responses yet